Atmosfir Bali senja itu kembali bersahabat, setelah media internasional begitu kejam dalam pembohongan isu – isu bencana Bali seperti Gunung Agung, Banjir di Jalan Dewi Sri Kuta, dan kasus pelecehan seksual seorang karyawan hotel terhadap turis Australia yang sangat jelas fitnahnya.
Sore saat para pekerja berebut jalan lapang untuk percepatan rindu pada keluarga di rumah, aku masih bersantai di salah satu warung makan di Jalan Dewi Sri. Menyantap makan perlahan sambil menunggu senja menghilang yang diikuti jalan menjadi lengang.
Baca Juga: Merayakan Sahabat Di Pulosari
Usai santapan itu, aku rasa masih ada yang kurang sebagai ganjalan. Dan kembali teringat betapa teraturnya bule – bule dalam hal makan. Salah satunya desert, atau makanan penutup. Sebenarnya sudah sejak lama orang kita Indonesia mengenal makanan penutup semacam ini. Namun alih – alih disantap setelah makanan utama; soerabi, klepon, dan makanan penutup lainnya justru biasa disantap saat bersantai sambil menikmati kopi.
Ah lupakan, justru hal yang nyeleneh seperti itu bisa jadi ciri khas tersendiri dari Indonesia. Bukan absurd, tetapi memang seperti inilah Indonesia adanya.
Baca Juga: Simbol Kebangkitan Nasionalisme Di Bali
Kakiku masih melangkah perlahan, seakan memanjakan mata oleh banyaknya warung dan kafe yang berdiri rapi di sepanjang Jalan Dewi Sri. Namun ada satu yang begitu kuat menggodaku untuk singgah sebentar. Bagaimana tidak? Begitu banyak generasi muda terlihat berbincang asik di salah satu warung itu. Terlihat seru berpadu dengan musik yang berani berbeda dari warung – warung lain di Bali, yang rasanya sudah tercampur racun budaya barat. Waroeng Soerabi Bandoeng Dewi Sri dengan berani berbeda, memutar musik Indonesia masa lampau seperti Boomerang, Tipe-X, Jamrud, dan musik lain yang pernah berjaya di era 90-an.
Baca Juga: Tips Camping Di Karang Boma
Tak lama setelah kududuki salah satu kursi yang kosong, dua lembar menu datang menawarkan berbagai makanan dan minuman khas nusantara.
Tentu, Waroeng Soerabi Bandoeng Dewi Sri menawarkan soerabi khas Bandung sebagai menu utama. Namun soerabi yang ditawarkan sangat berbeda dengan soerabi yang biasa aku santap di Notosuman, Solo. Waroeng Soerabi Bandung Dewi Sri memiliki banyak menu soerabi dengan berbagai pilihan rasa. Salah satunya adalah Soerabi Kiss mee Dong, yaitu soerabi yang disajikan dengan topping kismiss, blueberry swirl, es krim vanilla, dan saus karamel. Selain soerabi khas Bandung, Warung Soerabi Bandung Dewi Sri juga menawarkan banyak menu makanan penutup khas nusantara lainnya, seperti Indomie Racikan, Aneka Jagung Bakar, Aneka Roti Bakar, dan Pisang Bakar.
Baca Juga: 10 Lagu Saat Traveling
Adapun menu minuman yang ditawarkan juga tak keluar dari konsep Waroeng Soerabi Bandoeng Dewi Sri. Bandrek, Bajigur, Wedang Jahe, hingga kopi yang selalu aku pesan saat sahabatku datang dari Bandung yaitu Kopi Aroma yang melegenda.
Baca Juga: Taman Baca Di Kesiman
Memang, menikmati makanan di Waroeng Soerabi Bandoeng Dewi Sri membuatku seperti sedang berada di Bandung. Dimana kebudayaan luhur masih dijunjung tinggi, dimana jiwa muda begitu bebas berkreasi, dan dimana Nusantara begitu dihormati layaknya Siliwangi.
Baca Juga: Eksotisme Gunung Agung Dan Pura Lempuyang Luhur
Meskipun Waroeng Soerabi Bandoeng Dewi Sri ini berada di Bali, harga yang dipatok masih sangat wajar untuk kantong anak negeri. Tentu sangat bersahabat untuk anak kuliahan, ataupun perantau sepertiku. Ditambah dengan lokasi yang strategis yaitu di Jalan Dewi Sri yang sangat populer dengan pilihan wisata kulinernya, tentu bukan salah untuk sesekali mencoba Bandung yang ada di Bali.
No Comments