Pantai Klayar sebenarnya terletak tak begitu jauh dari tanah kelahiranku. Mungkin hanya dua atau tiga jam jika memang lebih memilih menikmati semilir angin persawahan di kiri dan kanan jalan. Tapi sejak perpindahan ke Kota Solo itu, pesona keindahan Wonogiri dan Pacitan terasa seperti menjauh dari pikiranku. Padahal begitu banyak surga yang tersembunyi di setiap sudut kota itu.
Dan ini akan menjadi kali pertamaku menginjakkan kaki di bumi Pantai Klayar di Pacitan Jawa Timur.
Baca Juga: Cinta Alam Manunggal Di Teluk Ijo
Subuh, di tanah Mangkunegaran, di serambi surau kecil tempat kami dibesarkan dengan segala Cinta dan Ketuhanan, seusai perbincangan kemanunggalan dengan Tuhan, aku dan sahabatku Brian beranjak menuju Pacitan. Tak banyak kata yang kami ucapkan di sepanjang perjalanan Solo – Pacitan yang hampir 3 jam lamanya itu. Hanya saling merasai tentang banyak hal yang telah kami pelajari melalui rasa atas Tuhan dan kemakrifatan.
Begitu banyak yang kudapat dari Brian tentang Tuhan, tentang Cinta, Rasa, Karsa, dan makna dari segala penciptaan. Dari situlah perjalananku dimanapun selalu bermakna, tidak kosong, dan melulu soal Cinta. Karena bagi kami semua, awal dan akhir segala penciptaan (yang perjalanan adalah satu bentuk penciptaan itu) berasal dari Sang Cinta.
Baca Juga: Punthuk Setumbu Berpuisi Untuk Sahabat
Kami tiba di Kota Pacitan lebih awal dari yang kami harapkan, bukan tentang ilmu lipet bumi, mungkin karena memang jalanan yang lengang dan sepi. Berkeliling kami di kota seribu goa itu. Dari mulai Pantai Watu Karung, Pantai Kasap, Kali Cokel, dan ditutup dengan Pantai Klayar yang sedang tinggi bergelombang.
Memang, Pantai Klayar lebih dikenal dengan semburan ombaknya yang memancar melalui sela – sela batu karang yang banyak dapat ditemui di pantai itu. Semburan ombak yang datang kerap kali melahirkan suara khas seperti seruling. Sehingga tak perlu heran jika Pantai Klayar juga sering disebut sebagai Seruling Samudera.
Disayangkan, kami tak diijinkan bersaksi atas fenomena alam itu oleh karena gelombang yang terlalu tinggi menjulang.
Baca Juga: Merayakan Persahabatan Di Curug Pulosari
Perjalanan tak pernah menyuguhkan kesia – siaan. Kami tak terlalu banyak menyesal atas terlewatnya fenomena itu. Toh kebersyukuran kami jauh terlalu banyak dibanding kecilnya penyesalan oleh sebab yang sekecil itu.
Dari awal memasuki gerbang Pantai Klayar, kebahagiaan sudah begitu akrab menyambut kami. Warung makan yang berjejer di area Pantai Klayar menyajikan banyak makanan yang benar – benar sungguh aku rindukan kenikmatannya. Dari mulai Nasi Tiwul khas Wonogiri yang begitu banyak memiliki cerita di masa kecilku, Ikan Nila Goreng yang merupakan jenis ikan pertama kali yang berhasil terpancing di awal hidupku, hingga Sambel Bawang yang mustahil ditemukan di tanah rantauku di Bali.
Belum lagi ditambah banyaknya orang menawariku untuk menyewa ATV dengan harga yang murah karena hari sudah semakin senja. Ah, tentu ini sangat menarik dan akan menjadi pengalaman pertamaku mengendarai ATV di pasir Pantai Klayar. Tak terbayang betapa sulitnya mengendari ATV di pasir Pantai Klayar yang tidak rata.
Dan memang benar, awal mengandarai ATV ini aku diharuskan beberapa kali mogok di antara pasir yang meninggi. Hingga pada akhirnya mulai terbiasa dan berputar – putar kesana kemari.
Baca Juga: Hadir Utuh Untuk Bukit Cemara
Dari Pantai Klayar aku belajar kembali pelajaran yang lama. Bahwa inti dari perjalanan adalah perjalanan itu sendiri, bukan sebuah persoalan tujuan.
Perjalanan selalu saja menyuguhkan sesuatunya yang tak disangka – sangka.
1 Comment
Anggara W. Prasetya
Mei 1, 2018 at 10:50 PMLoh, bisa dilihat hlo ms seruling samuderanya dari bukit di sisi timur Pantai Klayar..
Dari atas nanti kelihatan jelas..
Bahkan kalo bawa lensa tele bisa difoto bagus..
Pendakian Gunung Batur 1717 Mdpl Melalui Pura Pasar Agung
Agustus 10, 2020 at 6:58 PM[…] Baca Juga: Seruling Samudera Pantai Klayar […]
Bertenang Diri di Air Terjun Banyumala Desa Wanagiri Singaraja
Agustus 10, 2020 at 7:07 PM[…] Baca Juga: Seruling Samudra di Pacitan […]